Visitjabar.com, – Garut,- Proyek Pembangunan Gedung Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Garut, di jalan Patriot Tarogong Kidul, Garut, sekarang masih dalam deviasi minus yang sudah mencapai 12%, dan sudah turun lagi menjadi kurang lebih 5%, kalau dihubungkan dengan waktu yang tersedia.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Drs. Uu Saepudin, M. Si., saat dikonfirmasi awak media di ruang kerja nya, terkait prosentase deviasi atas progress proyek Pembangunan Gedung Kantor Tersebut, Kamis (21/11).
“Kami mengambil langkah pertama, kita upayakan tiap minggu diadakan suatu pertemuan segitiga antara konsultan pengawas, konsultan perencanaan pelaksanaan dan penanggung jawab kegiatan di sana muncul ada beberapa item, apa yang menyebabkan keterlambatan itu”, ujar Kadis.
Menurut Kadis dengan persentase kurang lebih 32% pihaknya menekankan kepada rekanan bahwa tiap hari harus menyelesaikan 1.5%, kalau sampai 18 Desember tidak selesai tidak dibayar, izin dicabut, diblacklist sesuai kesepakatan pimpinan.
Di lain pihak, Direktur PT. Total Primakon, Asep Roni Nurhidayat mengatakan yang pertama, paling dominan terkait keterlambatan pengerjaan proyek tersebut adalah pada saat antrian melakukan pengecoran lantai beton, karena semua baching plan terisi, jadi harus menunggu pesanannya bisa sampai dua pekan.
“Kalau mengambil dari Tasik atau Bandung tidak mungkin, sehingga harus menunggu, itu yang menyebabkan tingginya deviasi minus, selain dari baching plant sendiri termasuk pengadaan mobil pompa untuk betonisasi yang harus disewa dari Bandung”, imbuhnya.
Menurut pengakuan Asep, sebenarnya pihaknya sudah melakukan upaya-upaya bahwa deviasi itu dapat dikurangi dari 12% menjadi 8% dan sampai tinggal 5%, dengan waktu yang tersisa 25 hari kerja.
“Tidak terpengaruh antara percepatan dengan kualitas, menilik struktur yang sudah beres, walaupun tinggal tersisa waktu yang tinggal hitungan hari, namun kami optimis proyek akan selesai tepat waktu”, tandasnya.
Terkait adanya keluhan dari beberapa pihak menyoroti bahan material yang banyak didatangkan dari luar Garut, Direktur berkata, bahasa Cianjur itu bersifat relatif dan hanya melihat dari perbandingan harga material dengan kabupaten Garut.
“Seperti saya beli hebel kalau di Cianjur kan saya punya kenalan orang pabrik, itu hanya masalah harga, kalau menurut kami kan yang penting tidak mengurangi kualitas, misalkan harga di Pabrik merk broco per meter Rp 620 ribu, kalau di sini di sini Rp750 ribu bedanya lumayan karena saya anggap ini Proyek besar”, ujarnya.
Asep juga mencontohkan jika pihaknya juga membeli besi dalam jumlah besar, sampai 15 ton untuk satu kali pengiriman, dia beranggapan pihaknya, jika mau membeli di mana pun dengan pertimbangan deviasi harga tentunya tidak masalah.
“Lumayan dari selisih harga, tapi tidak semua dari luar ada juga yang dari dari sini, saran Konsultan pengawas dan Dinas memang menjadi acuan buat kami, yang menilai benar itu bukan kami, tetapi dari Bohir meminta untuk percepatan tidak hanya ngomong cepat saja, tapi ada teknisnya”, pungkas Asep. (JM).
Editor : Yadi.