Visitjabar.com Garut – Penyaluran beras dalam program sembako atau yang lebih dikenal dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kabupaten Garut banyak yang tidak menggunakan label pengemasan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2019. Hal ini mendapatkan tanggapan dari praktisi hukum Garut, Budi Rahadian, SH yang juga pengacara ternama di Kota Intan. Selasa 29/09
Menurutnya, berdasarkan amanat undang dan Peraturan Menteri Perdagangan. Yang mana pencantuman label dalam kemasan beras harus dilakukan oleh pelaku dan pengusaha beras, guna menjamin kualitas beras terjamin.
“Kalau tidak mencantumkan label pada kemasan beras, jelas menyalahi aturan dan bisa dijerat Pidana,” ujar Budi Rahadian, SH.
Dikatakan Budi, dalam Peratuaran Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2019 dijelaskan harus memuat keterangan mengenai merk, jenis beras (berupa beras premium, medium atau khusus), termasuk prosentase butir patah dan derajat sosoh, keterangan dalam hal beras dicampur dengan varietas lain, berat/isi bersih (netto) dalam satuan kilogram atau gram, nama dan alamat pengemas beras atau importir beras.
“Memang Permendag tersebut tidak mengatur dalam penyaluran program Bansos. Namun, sebaiknya para pelaku usaha harus mencantumkan label dalam kemasan beras. Soalnya, bisa menjamin dengan kualitas berasnya itu sendiri. Intinya biar tertib dan mendapatkan legalitas yang kuat,” ucapnya
Budi menjelaskan, jika pelaku usaha tidak mencantumkan merk atau label pada kemasan selain melanggar peraturan Permendag, pelanggar bisa dikenakan sanksi yang berat, selain harus menarik barang dengan biaya sendiri serta bisa berujung pada pencabutan izin usaha. Termasuk bisa dijerat pidana.
“Berdasarkan pasal 104 UU No 7 tahun 2014 tentang perdagangan,sanksi pidananya maksimal 5 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp5 miliar,” pungkas Budi. (JM)
Editor. Ahmad